Seminar Nasional Pemuda Muslimin Indonesia “Tantangan Politik Demokrasi di Era Milenial

Spread the love

Jakarta, MEB-Pemuda Muslim Indonesia mengadakan Seminar Nasional dengan tema,” Tantangan Politik Demokrasi & di Era Milenial.”
Acara berlangsun di Hotel Sahati Jakarta Selatan (30/3/2018).

Tantangan-tantangan demokrasi sekarang dan hari ini sangat mememtum serta penentuh bagi kelanjutan bangsa ini.Bila kita berbicara tentang demokrasi yang dimana menuju kesatuan Republik Indonesia.

Adapun Narasumber
Prof.Dr.Rocky Gerung,S.S
Prof.Dr.H.Dadang Kahmad,M.Si.
Dr.Firman Noor,S.IP,MA (Hons)

Organisasi Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh SDI seperti H.O.S. Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam berkembang pesat karena bermotivasi agama Islam.
Latar belakang ekonomi berdirinya Sarekat Islam adalah:
Perlawanan terhadap para pedagang perantara (penyalur) oleh orang Cina. Isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya, dan membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan anggaran dasarnya adalah:
Mengembangkan jiwa pedagang.
Memberi bantuan kepada anggotanya yang mengalami kesukaran. Memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumi putera.
Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam.
Tidak bergerak dalam bidang politik, dan Menggalang persatuan umat Islam hingga saling tolong-menolong.

Sejarah Organisasi Sarekat Islam (SI),kecepatan tumbuhnya SI bagaikan meteor dan meluas secara horisontal. SI merupakan organisasi massa pertama di Indonesia. Antara tahun 1917 sampai dengan 1920 sangat terasa pengaruhnya di dalam politik Indonesia. Untuk menyebarkan propaganda perjuangannya, Sarekat Islam menerbitkan surat kabar yang bernama Utusan Hindia.

Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jenderal Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadan hukum. Jawaban dari Idenburg pada tanggal 29 Maret 1913, yaitu SI di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto tidak diberi badan hukum. Ironisnya yang mendapat pengakuan pemerintah kolonial Belanda (Gubernur Jenderal Idenburg) justru cabang-cabang SI yang yang ada di daerah. Ini suatu taktik pemerintah kolonial Belanda dalam memcah belah persatuan SI.

Bayang pemecahan muncul dari pandangan yang berbeda antara H.O.S. Cokroaminoto dengan Semaun mengenai kapitalisme. Menurut Semaun yang memiliki pandangan sosialis, bergandeng dengan kapitalis adalah haram. Dalam kongres SI yang dilaksanakan pada tahun 1921, ditetapkan adanya disiplin partai rangkap anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota lain terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua, yaitu SI Putih dan SI Merah.

SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta. SI Merah, yang berhaluasn sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang berpusat di Semarang.

Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSSI). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama menjadi Sarekat Raya (SR) yang merupakan pendukung kuat Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tinggalkan Balasan