Jakarta, Med14 – Berdasarkan data di tahun 2010-2014 lalu, sebanyak 20.432 desa dari total 53.000 desa merupakan desa tertinggal. Di tahun 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat masih ada 14.461 desa tertinggal di Indonesia. Angka tersebut setara dengan 19,17% dari total desa di Indonesia yang berjumlah 75.436 desa. Dalam arti selama 5 tahun lalu Kemendes, PDT & Transmigrasi baru memandirikan sekitar 5,974 desa tertinggal menjadi lebih baik atau 1.195 desa/tahun.
Menanggapi kondisi tersebut yang terkesan masih lambat, Ary Buntoro, yang menjadi Penasehat Alumni Kongres Relawan Jokowi Sedunia 2013 dalam acara diskusi yang dipandu Arief P Suwendi (Koordinator Bidang EO Alumni Kongres) mengatakan bahwa berdasarkan hasil kunjungan ke 8 kabupaten di wilayah Indonesia Timur yang dilakukannya di tahun 2016 bersama tim dari staf kepresidenan, ada satu poin yang menjadi persoalan yaitu tentang komunikasi yang tidak terimplementasi dengan baik dimana informasi baik program maupun kebijakan dari Presiden belum terimplementasi dengan baik sehingga masyarakat merasa bingung bagaimana mendapatkan sarana program tersebut.
“Dengan demikian, selain standar dan parameter calon menteri ke depan yang harus terpenuhi, ada satu hal lagi yaitu bagaimana seorang menteri ini mampu menterjemahkan visi Jokowi dan diimplementasikan di kementeriannya. Apa yang kami lakukan juga sebagai implementasi dari keinginan Jokowi yang menghendaki fungsi relawan untuk menjembatani dan mengawal program pemerintah agar terimplementasi dengan baik,” ungkapnya dalam acara Ngopi Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Alumni Kongres Relawan Jokowi Sedunia 2013 dan Forum Wartawan Pancasila yang bertema “Perlukah Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal & Transmigrasi 2019-2024”, di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (23/8/2019).
Hal senada diungkapkan DR. HC. Herman Yoku, SIP, yang saat ini menjabat Ketua Dewan Adat Suku Wikoya Souyo Papua sekaligus Anggota Majelis Rakyat Papua, saat ini diusung oleh relawan Jokowi Alumni Kongres Relawan Jokowi Sedunia sebagai Calon Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal & Transmigrasi 2019-2024. Ia mengakui bahwa masyarakat Papua masih berteriak belum merasakan Otsus, padahal anggaran terus mengalir dari pemerintah pusat. Hal ini perlu disikapi dengan ketegasan pengawasan dari aparat penegak hukum.
“Persoalannya sekarang terletak pada pengawasan saja. Jika ditugaskan sebagai Menteri PDT & Transmigrasi, tugas saya pertama adalah akan mengaudit dulu 5 tahun sebelumnya untuk dijadikan pengalaman bagi 5 tahun berikutnya. Setelah diketahui kelemahannya, baru saya akan melakukan pressure. Dalam hal ini diperlukan sikap yang jujur, berani dan tegas sesuai amanat presiden,” ujar Herman.
“Seorang Menteri yang menjadi Pembantu Presiden harus mampu menterjemahkan visi-misi Presiden Jokowi, termasuk menampung aspirasi masyarakat dalam setiap kebijakannya. Hubungan kedekatan figur menteri dengan Presiden Jokowi atau chemistry sangat penting karena pembantu presiden itu harus sinkron dengan visi dan misi Presiden Jokowi dan harus bisa bekerja mengikuti ritme Jokowi,” imbuh Herman menambahkan.
Sementara itu, Koordinator Alumni bidang Pers/Media, Erwin Niwattana S menilai, jika dilihat dari kacamata media, ada dua parameter yang perlu diperhatikan yaitu political cost dan moral cost. Menurutnya dua hal tersebut tidak dapat dipisahkan.
“Jika bicara politik, jelas pejabat nantinya berhubungan dengan sisi politik. Pandangan kami, seorang menteri itu harus punya pandangan yang sejalan dengan Jokowi. Selain itu, menteri harus berfikir strategis agar bisa mengawal kebijakan presiden dan profesional yang dituntut bekerja sesuai dengan relnya serta taktis dalam arti tidak mudah menyerah,” kata Erwin Niwattana S.
Menurut Erwin berkaca dari kabinet sebelumnya ada beberapa menteri yang terkena reshufle, maka mereka menganggap sangat penting faktor chemistry disamping kriteria lainnya seperti Berani, Eksekutor Kuat, Integritas, Strategis, Taktis dan Profesional.
“Sosok menteri diutamakan seorang profesional yang dituntut bekerja sesuai dengan arahan Presiden serta taktis dalam arti tidak mudah menyerah.
Walaupun begitu urusan pemilihan calon menteri itu mutlak hak prerogratif Pak Jokowi sebagai Presiden,” pungkas Erwin.(Red)