Pernyataan Gubernur Mengusik Masyarakat Kawasan TNK, Garda NTT Gelar Mimbar Bebas di Depan Kantor Perwakilan NTT

Spread the love

Jakarta, Med14 -Pernyataan Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat terkait rencana relokasi dan status kependudukan masyarakat yang mendiami kawasan Taman Nasional Pulau Komodo (TNK) beberapa waktu lalu, menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat NTT termasuk yang ada di perantauan.

Akibat pernyataan Gubernur tersebut, kelompok masyarakat yang menamakan diri Garda NTT bersama Mahasiswa NTT dan Masyarakat Lintas Suku NTT, menggelar aksi damai didepan Kantor Perwakilan Provinsi NTT di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, pada Jumad (02/08) siang tadi.
Massa aksi mempertanyakan pernyataan Gubernur NTT yang dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) bahkan massa juga menuntut Gubernur NTT meminta maaf kepada seluruh masyarakat NTT melalui media massa, sebagaimana disampaikan lagi oleh Ketua Bidang Humas Forum Pemuda NTT, Azis Deornay,SH kepada wartawan
“Saya kira saya menghimbau kepada pak Gubernur untuk segera mencabut pernyataan ini dan meminta maaf secara publik begitu juga kepada media bahwa pernyataan ini sangat menyesatkan sangat membingungkan bahkan sangat merusak nilai-nilai kemanusiaan merupakan pelanggaran HAM yang dilanggar dalam pernyataan tersebut” ujar Deornay usai melakukan orasi sesi II
Ketua Umum Garda NTT, Yons Ebiet menilai bahwa ada agenda tersembunyi dibalik rencana relokasi dan pernyataan Gubernur tersebut yang terbaca dari ketidakmampuan tim mediasi Gubernur dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan prinsipil yang diajukannya, bahkan menurutnya, upaya mediasi yang ditempuh beberapa waktu lalu tidak membuahkan hasil sehingga mereka menggelar mimbar bebas.
“Kita melihat bahwa ada hidden agenda sedang dalam proses ini karena apa pertanyaan-pertanyaan prinsip yang waktu itu kami ajukan, seperti ; warga nanti dialokasikan kemana, lalu kemudian Apa solusinya jika dalam proses itu mengalami hal-hal hambatan atau tantangan, itu tidak dijawab Jadi kalau pertanyaan soal biasanya ada mediasi melalui tradisi “minum sopi” itu sudah dilakukan tetapi tidak sampai kepada ending artinya proses itu tidak definitif, pertemuan dengan Pak Gubernur tidak jadi dilaksanakan” ungkapnya.
Sementara itu, menurut Sekjen Garda NTT, Marlin Bato, Pemerintah Provinsi NTT wajib mengedepankan prinsip kemanusiaan dalam merealisasikan rencana relokasi apalagi dengan berdasarkan data yang dimilikinya, masyarakat pulau Komodo telah mendiami pulau tersebut selama ratusan tahun dan memiliki nilai historis dan pertalian dengan satwa Komodo.
“Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur berkewajiban mengedepankan prinsip kemanusiaan dan memperhatikan nasib sekitar 2.000 penghuni komodo yang tinggal disitu selama ratusan tahun. Dari data yang kami himpun; ada sekitar 500 kepala keluarga menghuni pulau komodo yang terbagi dalam 10 RT dan 5 RW. Kawasan ini telah dihuni selama ratusan tahun lalu oleh masyarakat lokal. Bahkan makam-makam leluhur mereka tertanam di pulau ini. Mereka telah melekat dengan tradisi budayanya serta mempunyai hubungan historis dengan hewan komodo” kata Marlin
Sekitar pukul 15.30 WIB, belasan orang perwakilan massa aksi diterima oleh Kepala Kantor Perwakilan Pemerintah Provinsi NTT, Viktorius Manek S,Sos,M.Si yang disaksikan langsung oleh Perwakilan Polsek Tebet, AKP Rusdi Dalby.
Dalam pertemuan tersebut, para perwakilan massa menyampaikan aspirasi berupa sejumlah tuntutan kepada Gubernur NTT dan Kepala Kantor Perwakilan berjanji akan mencatat, meneruskan aspirasi masyarakat dan segera mengabarkan jika telah mendapat jawaban dari Gubernur Laiskodat.
“Sudah saya catat dan akan teruskan aspirasi ini kepada Gubernur dan hasilnya seperti apa akan saya sampaikan kembali berdasarkan arahan Gubernur dan semuanya kita junjung keterbukaan itu, sekarang aspirasi baru disampaikan, saya akan membuat laporan tertulis kepada Gubernur, arahannya seperti apa kita lihat nanti” ujar Manek
Selain itu, dalam mediasi ini, sesepuh Diaspora masyarakat NTT, Oppa Jappy Pellokila, mengusulkan agar kawasan TNK dijadikan hutan adat sehingga dapat dikelola secara baik sesuai aturan yang berlaku tanpa merugikan masyarakat dan satwa yang ada di pulau Komodo.
Ada mitologi tentang hubungan darah antara masyarakat Komodo dengan satwa Komodo yang beredar ditengah-tengah masyarakat dan dikisahkan secara turun-temurun bahwasanya antara satwa Komodo dan manusia di pulau Komodo dilahirkan dari rahim yang sama sehingga ada ikatan bathin, ikatan jiwa yang tidak dapat dipisahkan antara satwa dan manusia pulau Komodo.
Mitologi ini juga diharapkan dapat terus menjadi daya tarik dan bagian dari wisata sejarah pulau Komodo jika dikemas secara baik. (YMN)

Tinggalkan Balasan