TIDI Usulkan Indeks Integrasi Nasional

Spread the love
Jakarta, Med14 Ancaman disintegrasi bangsa akibat provokasi maupun konflik sektoral yang mencuat belakangan ini, menarik perhatian The Indonesia Democracy Initiative (TIDI), Direktur Eksekutif TIDI untuk menggelar diskusi publik bertema ancaman disintegrasi hingga isu Papua, dalam diskusi tersebut, Direktur Eksekutif TIDI, Arya Sandhiyudha mengusulkan pentingnya perumusan dan peningkatan Indeks Integrasi Nasional (IIN) berbasis praktik Keadilan, Kebebasan, dan Kesejahteraan.
“Sebagai unsur pendukung Integrasi nasional delapan diantaranya adalah: Hubungan antar suku/daerah, Hubungan antar agama, Hubungan intra agama, Hubungan antar golongan sosial-ekonomi, persepsi warga asli – pendatang, peran lembaga adat, hubungan antar generasi tua-muda, serta persepsi pusat-daerah.” jelas Arya
Menurut Arya yang merupakan peraih Doktor bidang Ilmu Politik Hubungan Internasional dari kampus Turki ini mengatakan, “Delapan komposit ini dapat menjadi ukuran Indonesia untuk membaca situasi tiap daerah ataupun agregat secara nasional. Kemudian menjadi pijakan membangun kualitas integrasi.” ujar Arya
Pandangan ini merupakan saripati gagasan pada Public Talks yang dilaksanakan TIDI kemarin (15/9) yang bertepatan dengan Hari Demokrasi Internasional. Arya menyebutkan pasca Pemilu residu benturan antar pendukung masih terasa, meski sudah sangat jauh berkurang dan tugas kita mengajak sebanyak mungkin warga negara untuk move on dan tidak terpancing lagi menjelang momen rutin rawan keretakan seperti Pilkada.
TIDI bertekad menjadi melting pot ragam pihak yang biasanya tidak semeja dengan menghadirkan Ketua Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Pendeta Albertus Patty, Da’i Muda Habib Idrus Al Jufri, Tokoh Muda Papua Velix Wanggai, Pegiat Pemuda Katholik Lidya Natalia Sartono, Politisi beberapa Parpol, Profesor Bambang Shergi Laksono, dan Ekonom TIDI Handi Risza yang menggagas ide dalam satu meja, meramu komitmen dalam satu ruang diskusi. “Semangat dan komitmen kami bersama untuk berpartisipasi meningkatkan kualitas demokrasi substansial, lebih dari sekedar menjalani demokrasi prosedural,” kata Arya peraih Master dalam Bidang Studi Strategis dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura.
Dari diskusi publik ini, TIDI bersama para Narsum memiliki kesamaan pandangan dan komitmen dalam mencegah disintegrasi yang tertuang dalam komitmen bersama yaitu :
1. Menjaga komunikasi, silaturahim dan komunikasi melalui program bersama antar entitas dan organisasi yang kami pimpin untuk memperkaya basis penguasaan perspektif Global dan Lokal, karena permasalahan bersifat multi persepsi.
2. Menjadi bagian solusi pembangunan berbasis pendekatan antropologis yang menjunjung tinggi pembangunan budaya dan manusia.
3. Menjadi bagian dari anak bangsa yang memajukan Indonesia dengan memperhatikan kesetaraan dan distribusi kawasan lintas segmen.  Manajemen Sumber Daya Alam SDA di masa depan sangat menentukan keberlanjutan potensi nasional.
4. Menjadi bagian solusi untuk menyadarkan pentingnya perbaikan kualitas penyelenggaraan Negara, terutama melalui peningkatan kualitas pejabat publik dan anggota legislatif yang punya kapasitas dan kualitas.
5. Menjaga komitmen terhadap Pancasila agar Indonesia tetap utuh menjadi tanah bagi anak bagi segala bangsa yang sangat berwarna bagai pelangi. Menjaga persatuan perasaan untuk memajukan masyarakat modern, adil, makmur, berbasis spiritual dan intelektual cerdas, serta berkeadilan hukum dalam menghadapi bonus demografi di era pasca demokrasi (post democracy)
6. Menekan ego kelompok untuk menyatukan persatuan perasaan untuk menghindari situasi terpecah belah. Persatuan perasaan adalah dasar agar bisa menjadi bangsa yang memimpin di dunia.
7. Merumuskan Indeks Integrasi Negara Bangsa, terutama yang dapat mendorong terhapusnya ketidakadilan, kebebasan, penindasan. Memajukan praktik Keadilan, Kebebasan, dan Kesejahteraan. Pendekatan tidak boleh dengan cara kekerasan dan dihargai kesetaraan.
8. Menjadi solusi dengan menyudahi kontradiksi antara sumber kekayaan dengan kemiskinan. Arus pembangunan infrastruktur harus diseimbangkan dengan kemampuan pengakuan terhadap komunitas yang punya kebutuhan spesifik tertentu.
Sesi tanya jawab dan foto bersama usai penyerahan cinderamata oleh Direktur Eksekutif TIDI kepada para narasumber, mengakhiri diskusi publik publik yang berlangsung hingga pukul 17.00 sore.(adm)

Tinggalkan Balasan