Jakarta,Med14 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga abused of power dan menerapkan standar ganda dalam melaksanakan agenda pemberantasan korupsi di tanah air. Demikian disampaikan Koordinator Benteng Merdeka Nusantara (Bentara), Marlin Bato menanggapi gencarnya framing yang dimainkan KPK yang muncul di media-media. Dalam pemberantasan korupsi, KPK kini syarat dengan manuver-manuver konyol untuk mengelabuhi presepsi public untuk membunuh lawan-lawan yang tidak sepaham.
“Secara kasat mata KPK menggiring opini publik agar public percaya bahwa KPK benar-benar independen tanpa titipan. Padahal sejatinya KPK telah berubah menjadi kuda troya untuk mengamankan kepentingan sekelompok orang. Belakangan indikasi ini baru mencuat setelah silang opini terkait revisi UU KPK”, ungkap Marlin kepada media ini di Jakarta, Jumat, (11/10/2019)
Menurut Marlin, dalam penanganan kasus korupsi, KPK periode 2015-2019 terkesan tebang pilih dan menjadi senjata mematikan bagi lawan-lawan yang tidak sejalan. Bahkan dalam berita-berita yang beredar, KPK diduga doyan memeras pejabat-pejabat yang tidak bersih. Dan kemudian pejabat-pejabat tersebut dijadikan ATM bagi petugas KPK yang nakal. Jika polanya demikian dirinya pesimis korupsi di negeri ini dapat diberantas.
Selain itu, lanjut Marlin, dalam beberapa kasus KPK diduga memanfaatkan momentum kepercayaan public untuk mengkriminalisasi dan mempolitisir demi merusak reputasi pejabat-pejabat di negeri ini. Hal ini nampak jelas pada saat musim pilkada.
“Lembaga ini (KPK) gemar sekali mengkriminalisasi kasus, mempolitisir kepercayaan public lalu membunuh karir-karir politik pejabat daerah maupun pusat. Contohnya Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun yang baru ditetapkan sebagai Calon Gubenur Sultra 2018-2013 tiba-tiba langsung kena OTT. Lalu calon bupati Jombang, Nyono Suharli. Lalu Bupati Ngada Marianus Sae calon Gubernur NTT. Mengapa mereka tidak ditangkap saat menjabat, tapi justru sedang mencalonkan diri lagi untuk maju”, pungkasnya.
KPK menurut Marlin, sangat pintar memanupilasi emosi public lalu memanfaatkan timing yang tepat untuk merusak reputasi dan menyerang lawan-lawannya melalui kasus korupsi. Contoh yang paling nyata terlihat pada kasus Anggota DPR RI, Melchias Markus Mekeng yang dicekal pada saat yang bersangkutan berada di kunjungan keluar negeri.
“Ini aneh, pak Melchias sedang berada diluar negeri, tiba-tiba KPK keluarkan surat pencekalan. Lalu secara marathon dilayangkan tiga kali surat panggilan juga pada saat yang bersangkutan diluar negeri. Menurut saya ini sengaja diframing seolah-olah pak Melchias hendak kabur. Padahalkan tidak begitu. Jika pola kerja KPK demikian, sewajarnya pak Melchias harus melawan sebab saya menduga KPK sedang memainkan lelucon standar ganda berbahaya demi penuntasan dendam revisi UU KPK usulan DPR RI”, ujar aktivis Bentara tersebut.
Marlin mengatakan, pejabat KPK juga diduga menyalahgunakan kewenangan (abused of power). Jika dicermati secara detail kinerja KPK, maka public Indonesia yang kritis akan menemukan benang merah bahwa metode yang diterapkan lembaga anti rasuah ini lebih mirip dengan metode Enhanced Interrogation Techniques (EITs) yang dijalankan CIA yaitu memaksa seseorang untuk berbicara sesuai keinginan penyidik. Karena itu menurut Marlin, sudah tepat KPK perlu diawasi tetapi tetap diperkuat tanpa tersandera kepentingan tertentu. (Red)